Egoisme Elit Aceh, APBA 2024 tidak Jelas, Rakyat Semakin Menderita

Egoisme Elit Aceh, APBA 2024 tidak Jelas, Rakyat Semakin Menderita
Dr. Taufik A Rahim, Pengamat Politik dan Ekonomi Aceh.  
Penulis
|
Editor

Banda Aceh, News Analisa – Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2024 sebasar 11,7  triliun yang telah disepakati pada 18 Desember 2023, sampai dengan saat ini tidak ada kejelasan keberadaan serta posisinya, pada akhir Februari 2024.

Hal tersebut disebabkan pihak legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh/DPRA) tidak mau menandatanganinya sebagai Daftar isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), hal ini utarakan oleh Pengamat Politik dan Ekonomi Aceh, Dr. Taufik A Rahim, pada Selasa (27/02/2024)

Taufik A Rahim, menjelaskan keberadaan eksekutif (Pj. Gubernur Aceh) bergaya sendiri dalam menyikapi persoalan kehidupan Aceh ditengah ketidakpastian, ini dikarenakan pemimpin bukan pilihan rakyat, sehingga tidak memiliki tanggung jawab sedikitpun kepada rakyat Aceh.

“Permasalahan yang dikemukakan berkaitan dengan dana aspirasi (pokok pikiran/pokir) dewan yang masuk untuk kepentingan anggota legislatif yang sangat misterius, dimana pada awalnya Rp 800 milyar, kemudian bertambah lagi Rp 400 milyar, sehingga total menjadi Rp 1,2 triliun,”

Baca Juga:  Gubernur Paparkan Implementasi Pengelolaan Aduan Pemerintah Aceh dalam Kompetisi P4

Hal ini menjadi perseteruan antara eksekutif (Pj. Gubernur Aceh) dengan legislatif (DPRA), semua ini karena kepentingan politik para pihak, yang mana Pj. Gubernur Aceh beralasan bahwa, pokir tambahan agar dipangkas (rasionalisasi), ini selaras dengan anjuran Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Ini juga berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Kemendagri. Meskipun saat ini sudah akhir minggu (minggu keempat) di bulan Februari 2024.

“Sesungguhnya tontonan kebobrokan APBA telah berlangsung setiap tahun dan atau sepanjang tahun menjadi rebutan para elite politik dan pemimpin Aceh, baik eksekutif, legislatif serta birokrasi yang rakus terhadap pengauasaan uang milik rakyat yang peruntukannnya melalui APBA,”

Sehingga pada tahun anggaran 2024, saat inipun masih terus dipertengkarkan, tanpa perduli maupn rasa simpati sedikitpun terhadap persoalan rakyat Aceh yang saat ini sedang susah ditengah berbagai harga barang dan jasa, bahkan kebutuhan pokok (terutama beras dan sembilsan bahan pokok) mangalami kenaikan harga.

Baca Juga:  Tour de Aceh, Gairahkan Kembali Sport Tourism di Tanah Rencong

Saat ini rakyat pada umumnya dan pada lapisan akar rumput menjerit, juga tidak lagi berharap belas kasihan, karena momen-momen untuk dapat bantuan rezeki dari perampok uang rakyat atas nama kebaikan-pun sudah berakhir.

Karena itu sambungnya, antara ekskutif dan legislatif saling salah-menyalahkan serta tuduh-menuduh, seolah-olah ingin mendapatkan simpati rakyat bahwa mereka sangat benar. Sementara itu rakyat Aceh terus dalam kesusahan, karena program dan proyek yang ada di Aceh sangat bertgantung kepada pengesahan serta cairnyya dana dari APBA.

Dirinya juga menekankan, kondisi ini tekesan ditengah kehidupan rakyat yaitu, rakyat mengalami neo-colonialisme (kolonialisme baru) dari elite pemimpin dan politiknya sendiri, dengan praktik politik anggaran yang dipermainkan, selanjutnya rakyat Aceh dipaksa pasrah dan juga dipersilahkan mengasikkan diri menonton perilaku buruk yang tidak beretika moal ataupun berakhlaq para elite politik dan pemimpin Aceh yang sedang berkuasa saat ini.

Baca Juga:  Bappeda Sabang Gelar Ekspose Penyusunan Master Plan Kawasan Kumuh Krueng Raya

Dengan demikian, egoisme elite politik dan pemimpin Aceh yang tidak berakhlaq ini sesungguhnya adalah, proses kekuasaan yang diperoleh juga sangat berbau “amis kebusukan”, sehingga segala cara dilakukan untuk dapat menguasai APBA 2024, dianggap sebagai modal politik atau kapitalisasi politik yang ingin dikuasai secara masif untuk kepentingan kekayaan individu dan kelompok dengan memanfaatkan uang APBA yang sering sekali mengatasnamakan rakyat.

“Sungguh naif, mental serta itikad kekuasaan politik yang direbut seta dikejar secara tidak berakhlaq, sehingga berusaha menguasai uang sesungguhnya milik rakyat dan untuk rakyat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi-politik para elite politik dan pemimpin aceh yang sedang berkuasa, dengan dalih berbagai alasan berbagai cara ditempuh,”

Sesungguhnya rakyat Aceh saat ini begerak, mencari rezeki dan pendapatan sepertinya, negara tanpa pemerintah, padahal hampir semua sektor pendapatan ekonomi rakyat Aceh sangat tergantung dengan APBA, demikian keteranganya.

Bagikan:

Tinggalkan Komentar

Live Streming