Kemunduran Demokrasi Apabila Kepala Daerah di Pilih DPR

Kemunduran Demokrasi Apabila Kepala Daerah di Pilih DPR
  Dukumen Foto News Analisa
Penulis
|
Editor

Banda Aceh – Dr Taufiq Abdul Rahim Pengamat Politik Aceh menilai adanya usulan agar pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota tidak lagi dipilih oleh rakyat adalah cara berfikir demokrasi yang mundur ke belakang (set back of democratics thinking).  Pada era politik modern saat ini sama sekali tidak tepat dan gagal nalar. Juga bermakna ingin membungkam demokrasi dan ingin menghidupkan kembali otokrasi ataupun monokrasi pilitik.

Pengamat Politik Aceh tersebut, menjelaskan, alangkah baiknya sistem demokrasi itu terus diperbaiki, baik aturan hukum, aturan main, tata cara, kaidah dan etikanya menjadi lebih baik serta semakin baik.

Bukan malah membalik mengembalikan ke masa lalu, klasik dan kuno, dimana demokrasi hanya dikendalikan oleh segelintir orang dan kekuasaan politik hanya milik penguasa dan elite politik yang berkuasa serta kroninya, bahkan pengikut setianya.

Baca Juga:  Pengurus Wilayah PII Aceh Selenggarakan Rapimwil

“Maka model politik yang anomali kekuasaan dan penentuan jabatan kekuasaan ditentukan oleh beberapa orang dan atau para legislator yang ada di parlemen, ini sama sekali tidak bermartabat dan beradab” tegasnya.

Jika ada keinginan politik yang tidak menempatkan demokrasi, dan juga pemilihan gubernur, bupati dan walikota tidak kepada rakyat lagi, karena selama ini sudah dipilih langsung oleh rakyat. Maka ini dikatakan sebagai “gagal nalar” dan juga “miss leading” dalam berfikir diera demokrasi politik modern saat ini, terutama di Indonesia dan Aceh khususnya, sebagai salah satu pelopor perubahan demokrasi modern secara nasional.

Baca Juga:  Cucu Sultan Aceh Ucapkan Terima Kasih atas Pengampunan Raja Thailand kepada Nelayan Aceh

Dengan demikian, adanya ide, saran dan usulan yang ingin membatasi demokrasi serta mengurangi hak demokrasi rakyat pada zaman demokrasi modern saat ini, menunjukkan ada kesalahan memahami demokrasi, yang mana status kekuasaan demomkrasi politik tertingginya ditangan rakyat, dan ingin mengembalikan kekuasaan otoriter politik pada kelompok dan pihak tertentu. Sebaiknya, jika ada yang salah dengan sistem, kaidah, tata cara, perilaku dan etika politik, maka peran pengambil kebijakan politik yaitu eksekutif dan legislatif mesti memperbaiki serta mereformasi undang-undan juga aturan politik agar menjadi lebih baik sesuai dengan iklim, norma dan kearifan nasional dan lokal.

Baca Juga:  ASN Dinas Registrasi Kependudukan Aceh Donor 28 Kantong Darah

“Karena itu, secara praktis dan akademik serta realitas mesti bersama-sama seluruh elemen masyarakat memperbaiki sistem dan iklim demokrasi politik yang berlaku”.

Bukan malah berfikir secara “aneh dan gagal nalar”, sehingga mengembalikan sistem dan praktik politik kembali dengan cara ataupun secara konvensional dan mematikan demokrasi politik yang kekuasaan tertingginya pada rakyat. Inilah inti dari demokrasi politik yang sesungguhnya, bukan pada elite politik yang ingin membagi-bagi jabatan kepada orang yang diinginkannya, ditunjuk serta mudah diatur untuk kepentingan politik dan ekonomi mereka saja. Demikian pungkasnya. (Red)

Bagikan:

Tinggalkan Komentar