Taliban Meradang Gegara Biden Sita Aset Rp 100 T Afghanistan

Taliban Meradang Gegara Biden Sita Aset Rp 100 T Afghanistan
Pasukan Taliban Sedang melakukan patroli di Ibu Kota Afganistan (MOHD RASFAN/AFP)  
Penulis
|
Editor

Internasional, News Analisa – Taliban meradang ke Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. Kemarahan Taliban dipicu kebijakan Biden yang menyita aset senilai Rp 100 triliun milik pemerintahan Afghanistan sebelumnya.

Dilansir dari AFP dan Associated Press, Sabtu (12/2), Biden mencairkan aset senilai USD 7 miliar atau setara Rp 100 triliun milik pemerintahan Afghanistan sebelumnya yang dibekukan sejak Taliban berkuasa kembali.

Usai dicairkan, separuh aset itu disita untuk bantuan kemanusiaan bagi warga Afghanistan. Dana tersebut bakal disalurkan tanpa melalui Taliban.

Sementara, separuhnya lagi disita untuk mendanai pembayaran pemerintah AS dalam gugatan hukum yang diajukan keluarga-keluarga korban serangan 9 September 2001 yang masih berlangsung di pengadilan-pengadilan AS.

Kebijakan Biden itu ditandai dengan perintah eksekutif untuk memblokir dan menyita aset Afghanistan yang diteken pada Jumat (11/2) waktu setempat.

Baca Juga:  Warga Afghanistan Protes Pembekuan Aset Negara Rp 50 T untuk Korban 9/11

Aset Afghanistan senilai USD 7 miliar itu disimpan di Bank Sentral New York sejak Taliban mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan sebelumnya yang didukung Barat pada Agustus tahun lalu. Sebagian besar aset itu berasal dari bantuan asing untuk pemerintahan Afghanistan sebelumnya.

Hingga kini, AS maupun negara-negara Barat lainnya belum mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan. Namun, AS mengaku tetap mencari cara untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan tanpa melibatkan Taliban untuk rakyat Afghanistan.

Aset yang dicairkan itu tidak langsung dikucurkan. Aset senilai USD 3,5 miliar (Rp 50 triliun) akan disalurkan untuk sebuah trust atau badan bantuan kemanusiaan ‘untuk kepentingan rakyat Afghanistan dan untuk masa depan Afghanistan’.

Separuhnya lagi akan tetap berada di AS. Dana itu ditujukan untuk membiayai pembayaran gugatan hukum oleh keluarga korban serangan 9/11. Diketahui, banyak keluarga korban tewas atau korban luka dari serangan 9/11 yang terjadi 20 tahun lalu masih berjuang mendapatkan kompensasi dari Al-Qaeda dan pihak-pihak lainnya yang bertanggung jawab.

Baca Juga:  Presiden AS Joe Biden sebut Vladimir Putin Pembunuh

Dalam beberapa gugatan hukum di AS, sekelompok korban memenangkan penilaian default terhadap Al-Qaeda dan Taliban yang saat itu melindungi kelompok teroris tersebut. Namun, mereka gagal mendapatkan ganti rugi apapun. Sekarang, mereka akan memiliki kesempatan untuk menggugat akses terhadap aset Afghanistan.

Dana yang disalurkan untuk bantuan kemanusiaan Afghanistan, sebut seorang pejabat senior AS yang enggan disebut namanya, akan dikelola dengan cara-cara yang tidak perlu melibatkan pemerintah Taliban.

Selain rencana penyaluran bantuan kemanusiaan, pejabat senior AS itu menegaskan ‘Amerika Serikat akan tetap menjadi donatur tunggal bantuan kemanusiaan terbesar di Afghanistan’. Lebih dari USD 516 juta telah didonasikan ke Afghanistan sejak pertengahan Agustus tahun lalu melalui organisasi non-pemerintah (NGO).

Baca Juga:  Sulaiman Bakri Terpilih Sebagai Ketua FKPA se Aceh

Taliban pun bereaksi. Pihak Taliban marah dengan menyebut kebijakan Biden sebagai ‘pencurian’ dan menunjukkan ‘kerusakan moral’ AS.

“Pencurian dan penyitaan uang yang ditahan atau dibekukan oleh Amerika Serikat dari rakyat Afghanistan menunjukkan level kemanusiaan terendah dan kerusakan moral dari sebuah negara dan sebuah bangsa,” ujar juru bicara Taliban Mohammad Naeem dalam pernyataan via Twitter.

Naeem menyebut kegagalan dan kemenangan adalah hal biasa sepanjang sejarah. Namun, katanya, kekalahan peran dan moral merupakan hal paling memalukan.

“Tapi kekalahan terbesar dan paling memalukan adalah ketika kekalahan moral digabungkan dengan kekalahan militer,” ucapnya menyindir AS.

Sumber: detik.com


 

Bagikan:

Tinggalkan Komentar