Jakarta, News Analisa – Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan Polri perlu meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat terkait kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat yang menyeret mantan Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Menurut Fahmi, dengan adanya kasus itu, Polri belum mampu menjaga integritas dan profesionalitas. Penanganan kasusnya pun dinilai menguras energi publik karena bertele-tele.
“Polri secara kelembagaan sebaiknya melakukan tindakan yang bersifat kolektif di semua jenjang (termasuk satuan kewilayahan) untuk menyampaikan permintaan maaf terbuka pada negara dan masyarakat melalui semacam seremoni atau kegiatan apel integritas,” kata Fahmi dalam keterangan resmi, dikutip dari CNNindonesia, pada Jumat (26/8/2022).
Fahmi pun meminta masyarakat untuk tidak buru-buru puas dengan penanganan kasus Sambo. Putusan sidang etik Polri yang menjatuhkan sanksi pemecatan kepada Sambo belum final. Sebab, Sambo mengajukan banding atas putusan tersebut.
Namun, dia mengapresiasi sikap Polri yang lebih progresif dan responsif dibanding berbagai kasus etik sebelumnya. Fahmi berharap agar Polri punya ketentuan jelas yang mengatur soal sidang etik, sehingga tidak ada kesan bahwa sanksi etik dijatuhkan karena tekanan publik.
“Kita berharap Polri juga punya ketentuan yang lebih jelas mengatur soal persidangan etik ini, agar tidak ada kesan bahwa cepat atau berlarutnya penyelesaian masalah etik juga sangat bergantung pada seberapa besar perhatian dan tekanan publik,” terang Fahmi.
Diberitakan, sidang KKEP telah menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias pemecatan terhadap Sambo karena tindakannya dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Ia dinilai terbukti melakukan pelanggaran kode etik terkait kasus pembunuhan Brigadir J, termasuk merekayasa kasus hingga menghalangi penyidikan.
Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Sambo juga ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang lainnya. Mereka adalah istri Sambo, Putri Candrawathi, serta Bharada Richar Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Kelima tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 380 juncto Pasal 55 juncto Pasal 56 KUHP.***