Pengamat Politik, Praktek Korupsi Di Aceh Misterius

Pengamat Politik, Praktek Korupsi Di Aceh Misterius
Kepala Penelitian Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha), Dr. Taufiq A Rahim (Doc: Istimewa/News Analisa)  
Penulis
|
Editor

Banda Aceh, News Analisa – Pengamat Politik Aceh dan Ekonomi Aceh, Dr, Taufik A Rahim, menjelaskan praktek korupsi di Aceh terjadi secara masif dan sangat misterius dikalangan para elit Aceh, kata Dr, Taufik kepada Media Nesw Analisa pada Rabu, (9/6/2021).

Demikian santernya dalam minggu ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemudian simpang-siurnya informasi korupsi di Aceh, diperiksanya pejabat tinggi/elitedi Aceh, 2 orang, kemudian berkembang menjadi 4 orang ada pengusaha dan juga politisi Aceh dari Partai Nasional (Parnas).

Selanjutnya berkembang lagi ada Kepala Satuan Kerja Pemerintah Aceh 2 orang, berubah dan bertambah menjadi 4 orang, kemudian 6 orang, bahkan diindakasikan Gubernur Aceh (akan diperiksa, laporan dari Humas KPK) dan 55 Kepala SKPA juga dalam bidikan dari KPK, sehingga menjadi tanda tanya besar, benarkah ini?

Atau jangan-jangan seperti yang dilansir Pejabat Humas di Sekretariat Daerah Aceh, menjadi hoax? Dan terbukti ternyata ada pejabat dipanggil KPK hasil pernyataan Juru Bicara (Jubir) KPK. Atau korupsi di Aceh “misterius”? Terbang ke “Sidratulmuntaha”, menjadi “Ghaib”.

Demikian banyak penyelewengan serta penyalahgunaan anggaran belanja publik atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2020 temuan Badan Pemriksa Keuangan (BPK) RI, seperti Honor Forkopimda Rp 1.702.600.000, realisasinya Rp 1.396.331.625, honor diberikan antara Rp 20 juta/bulan hingga Rp 5 juta/bulan, juga antara Rp 15 juta/bulan hingga Rp 11 juta/bulan sesuai dengan posisi jabatannya. Sesuai dengan Pergub Nomor 32 tahun 2020, tentang standar Biaya Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2020.

Bukan hanya itu saja kata Dr, Taufik honor Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) Rp 2 miliar, dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh No. 903/1424/2020, tentang Perubahan atas Keputusan Gubernur Aceh No. 903/1043/2020, tentang Pembentukan TAPA, anggota TAPA 9 hingga 10 orang.

Baca Juga:  Pengamat Politik Aceh, Anggota DPRA Gagal Nalar

Dimana tugas TAPA membuat rencana awal Kebijakan Umum (KU) APBA atas Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBA, melalui Daftar Penggunaan Anggaran (DPA) Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA). Juga Pergub No. 32 Tahun 2020, tentang perubahan atas Pergub No. 68 Tahun 2019, tentang standar Pembiayaan Pemerintah Aceh Tahun 2020, yaitu anggota TAPA maksimal 7 orang, dimana sekretariat TAPA 93 orang dari SKPA, Bappeda, BPKA, Sekretarian Daerah Aceh dan Inspektorat.

Sementara itu, Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2020, 7 orang, maka kelebihan 84 orang. Juga selisih honorarium Sekretariat TAPA Rp 5.132.000.000 – Rp 73.200.000 = Rp 5.058.800.000. Dimana honor TAPA lebih tinggi dari standar satuan harga regional, yaitu realisasi pembayaran honorarium TAPA Tahun 2020 sebesar Rp 1.868.000.000. Sementara itu ASN yang telah mendapatkan tunjangan Askes, TJKK, TJKM dan lainnya jumlah bersihnya Rp 80 juta. Untuk TAPA tersedot anggaran APBA 2020 Rp 6,2 miliar.

Demikian juga, staf khusus 83 orang Rp 6 miliar per bulan, dimana staf khusus pada Sekretariat Daerah (Sekda) Aceh 4 orang (Rp 12 juta perbulan), 63 orang di SKPA Rp 7 juta/orang, ini juga tergantungnya jabatan Ketua Rp 5 juta, Sekretaris Rp 4 juta dan anggota 17 orang Rp 3,5 juta/bulan, ini tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2018 tentang Perangkat Daerah.

“Sehingga status staf khusus ini juga tidak ada laporan kegiatan baik per bulan, per tiga bulan, per enam bulan dan lainnya, sehingga tidak diketahui apa yang dilakukan mereka, mungkin ada satu atau beberapa orang, selebihnya hanya menjadi “buzzer Rp” untuk menjawab kritik dan tidak efektif sebagai staf khusus, pengawal khusus, tim ahli dan lainnya,” kata Taufik.

Baca Juga:  Wakil Ketua Komisi III DPRK Banda Aceh, Minta DMDI Tunjukkan Bukti Ilmiah Terkait Proyek IPAL

Laporan  Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan (BPKP) Aceh, ditemukan kerugian negara Rp 44,4 miliar dari 18 kegiatan 2020/2021, yaitu 10 kegiatan 2020 dan 8 kegiatan 2021. Yaitu BPKP pada 31 Mei 2021 Bantuan sosial 1,1 juta penerima manfaat 85 ribu invalid, 58 ribu ganda. Jadi dana Rp 745 miliar terdapat Rp 477 miliar (64%) tidak efektif.

Selanjutnya APBA tahun 2020 hal yang menarik dari Rp 17 triliun lebih APBA 2020 dana yang besar karena adanya dana otonomi khusus (Otsus) dan refocusing Covid-19 Rp 2,3 triliun tahun 2020, penduduk miskin bertambah per September 2020 menjadi 833,91 ribu (15,43%) yaitu bertambah 19 dari data Maret 2020, yaitu 814,91 (14,99%). Juga tingkat pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi (Laporan Bank Indonesia 2021) yaitu -2,99%/year on year (yoy).

APBA 2021 juga sangat fantastis nilai nominalnya, saat ini Laporan Badan Pusat Statistik per bulan Mei 2021 bahwa, tingkat inflasi kumulatif 0,26, ini menunjukkan secara realistik bahwa uang beredar ditengah masyarakat Aceh rendah, daya beli rendah, produksi rendah, sehingga akhirnya secara realitas produktivitas makro ekonomi yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi rendah.

Hal ini dipastikan ada uang dikuasai oleh sekelompok orang, beberapa orang sebagai pemangku kekuasaan, bukan pada masyarakat luas atau kecil. Dapat diindikasikan bahwa, adanya dan banyak penyimpangan anggaran belanja publik, juga laporan para pegiat (aktivis) anti korupsi yang banyak berulang kali, akan tetapi masih belum jelas perlakuan korupsi yang sedang diselidiki KPK.

Baca Juga:  KPK Ingatkan Kepala Daerah Tak Terjebak Korupsi Faktor Balas Budi

Meskipun banyak indikasi kasus korupsi di Aceh, dari dana APBA yang dikekola Pemerintah Aceh, dari berbagai proyek dana anggaran belanja publik APBA yang jumlah nominalnya besar dan banyak kegiatan program dan proyek yang disajikan demikian banyak, dan laporan dari Laporan Keterangan Pertanggungajawaban (LKPJ) yang kemudian banyak temuannya yang menyimpang.

Namun kata Taufik,  anehnya, kali ini para penyidik yang menyelidiki kasus korupsi Aceh masih belum terbukti penyimpangan uang rakyat/korupsi, para pihak yang diselidiki kembali ber”lenggang-kangkung”, pongah, langsung membuat kejutan bekerja “bak orang tanpa salah”. Jadi korupsi di Aceh yang disasar KPK menguap, terbang, “misterius”, “Ghaib” ke “sidratulmuntaha”.

Karena itu, diperlukan penyelidik/penyidik tudak hanya dengan cara standar, biasa-biasa saja, tetapi diperkukan kemampuan ekstra dari KPK untuk mengatasi korupsi aceh yang misterius dan ghaib, karena kemampuan para pejabat dan elite Aceh yang sangat mahir berhadapan dengan kasus korupsi, para penyidik KPK dapat ditaklukkan dengan cara-cara yang luar biasa.

Ini dengan berbagai bukti hukum, termasuk rakyat Aceh sampai dengan saat ini belum merasakan dampak konkrit perubahan kehidupan dan peningkatan kesejahteraan, meski APBA didukung dana Otsus posisi APBD urutan ke-5 di Indonesia, termiskin di Sumatra dan urutan ke-6 miskin secara nasional, demikian terang Dr, Taufik Pengamat Politik Aceh, (*)


 

Bagikan:

Tinggalkan Komentar

Live Streming