Pengamat Ekonomi, APBA Aceh Dihabiskan dengan Kejar Tayang

Pengamat Ekonomi, APBA Aceh Dihabiskan dengan Kejar Tayang
Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah (Unmuha) Aceh, Taufiq A Rahim)  
Penulis
|
Editor

Banda Aceh, News Analisa – Pengamat Ekonomi dan Politik Aceh, Dr. Taufik A Rahim, kembali menyorot serapan APBA tahun 2021 yang kondisi keuangan anggaran belanja publik belum mampu direalisasi secara maksimal oleh pemerintah Aceh. Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2021, setelah adanya APBA Perubahan (APBA-P) 2021 menjadi sebesar Rp 16,4 triliun, kata Taufik A Rahim, pada Selasa (15/12/2021)

Pengamat Politik Aceh kapada media News Analisa.com, menyebutkan, dalam 12 hari ke depan Pemerintah Aceh selama bulan Desember 2021 mesti menghabiskan lagi sebesar Rp 4,778 triliun. Senentara itu sisa lebih penggunaan anggaran APBA 2020 sekitar Rp 3,9 triliun, jadi sekitar Rp 5,8 triliun lebih mesti dikejar untuk tahun anggaran 2021.

Hal ini bermakna, sebagaimana janji Pemerintah Aceh ingin menjadikan seimbang (balanced) anggaran belanja menjadi 0 persen, betapa hebat dan luar biasanya Pemerinah melakukan aktivitas menghabiskan anggaran belanja Aceh APBA 2021 dengan kejar tayang menghamburkan anggaran belanja dengan cara seluruh Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) dipaksa untuk bekerja siang dan malam hari dengan agenda menghabiskan dan menghamburkan pengeluaran uang APBA tahun 2021.

Baca Juga:  Pengamat Ekonomi: Pemerintah Mulai Panik Dengan Kondisi Keuangan Negara

“Sesungguhnya praktik kejar tayang ini sudah berlaku jamak setiap tahunnya, sehingga tidak lagi perduli dengan target serta indikator keberhasilan pembangunan dan penggunaan anggaran belanja publik APBA, pada prinsipnya habis, meski tidak ada manfaat ekonomi serta perubahan perbaikan kehidupan rakyat Aceh,” ungkap Taufik.

Meskipun demikian, tambahnya, usaha kejar tayang menghabiskan anggaran dengan cara-cara “brutal” dan “ugal-ugalan” pada setiap akhir tahun, namun komisi pembetantasan korupsi (KPK) tetap tidak mampu membuktikan penyalahgunaan anggaran ataupun penyimpangan yang dilakukan Pemerintah Aceh.

“Ini terbukti selama beberapa tahun tetakhir KPK aktif memantau dan melakukan pemeriksaan terhadap para elite politik serta pejabat Aceh, tetap tidak terbukti, termasuk dengan menggunakan indikator keberhasilan perubahan kondisi kehidupan rakyat secara ril, serta indikator ekonomi dengan inflasi, jumlah uang yang beredar, tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah dan kebocoran anggaran karena uang tidak beredar dan atau dinikmati rakyat Aceh,” di ungkapnya.

Baca Juga:  Kasus Covid-19 Tambah 209 Orang, Sembilan Meninggal Dunia

Akan tetapi Pemerintah Aceh tetap mengharapkan mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Pusat agar diberikan penilaian Wajar Tanpa Permasalahan (WTP) dengan cara apapun.

Dia juga menambahkan, dengan menghabiskan anggaran belanja publik APBA akhir tahun, betapa itikat baik serta usaha membangun Aceh dengan cara-cara yang tidak betetika tetap dilakukan secara masif, terstruktur serta terorganisir oleh Pemerintah Aceh, tanpa perduli adanya manfaat secara ekonomi dan kehidupan rakyat Aceh dengan adanya APBA agar rakyat Aceh hidupnya lebih baik serta berubah dimasa Pandemi Covid-19 yang tidak jelas penyelesaiannya.

“Yang paling penting dan prinsipil bahwa setiap tahun APBA yang secara nominal relatif besar triliunan rupiah atau pada urutan pertama terbesar di luar Pulau Jawa atau urutan kelima,” imbuhnya.

Baca Juga:  1 Unit Crane Terbalik dan Operator Jatuh Alami Luka Luka di Kuala Langsa

Namun demikian tidak dirasakan manfaatnya oleh rakyat Aceh, tidak lebih APBA sebagai anggaran belanja publik dinikmati oleh elite dan oligarki politik yang memanfaatkan APBA untuk memperkaya diri, kelompok dan partai politik yang memanfaatkan APBA Aceh.

Jadi non-senses atau omong kosong jika dikatakan APBA untuk pertumbuhan perekonimian makro ekonomi Aceh, pembangunan Aceh, tidak lebih usaha yang dilakukan dengan APBA menghamburkan uang negara yang juga berasal dari rakyat untuk dimanfaatkan dengan cara yang rakus untuk kepentingan pribadi, kelompok, partai politik dan para oligarki yang berhubungan “patron dan klien” atau “tuan dan cuan” dari para pemimpin dan penguasa politik Pemerintah Aceh. demikian ungkap pengamat ekonomi dan politik Aceh Dr. Taufik A Rahim.(*)


 

Bagikan:

Tinggalkan Komentar

Live Streming