Pemerintah Aceh Lakukan Upaya Perlindungan dan Pengelolaan Perikanan Hiu dan Pari

Pemerintah Aceh Lakukan Upaya Perlindungan  dan Pengelolaan Perikanan Hiu dan Pari
  Dukumen Foto News Analisa
Penulis
|
Editor

Banda Aceh – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh, dengan dukungan Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia Program menyelenggarakan pertemuan tindak lanjut penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan Perikanan Hiu dan Pari di Provinsi Aceh, yang berlangsung pada tanggal 16-18 November 2020.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh unsur Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diwakili oleh Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang, pemerintah daerah, panglima laot, perwakilan masyarakat, dan LSM.

Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan dukungan lembaga adat laut, yakni Panglima Laot beberapa kabupaten/kota, untuk pengelolaan hiu dan pari.

Komitmen tersebut dinyatakan, antara lain, oleh Dinas Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Barat, dan Aceh Timur. Sebagai kabupaten yang memiliki nelayan yang menargetkan hiu dan pari, pemerintah daerah siap mendukung upaya percontohan pengelolaan perikanan hiu dan pari.

Baca Juga:  Korupsi Anggaran Tsunami Cup "Bang M" Adik Irwandi Yusuf Ditahan

”Pengelolaan hiu dan pari sangat penting dilakukan untuk keberlanjutan spesies hiu dan pari di masa yang akan datang” Hasan Harahap (DKP Provinsi Aceh)

Kegiatan perikanan hiu dan pari di Indonesia telah berlangsung selama turun temurun, termasuk di Provinsi Aceh. Hiu dan pari tertangkap oleh nelayan baik sebagai target maupun non-target. Hasil tangkapan tersebut dimanfaatkan sebagai bahan makanan tradisional di berbagai tempat di Aceh, yang dikenal sebagai kari hiu. Sirip hiu dimanfaatkan sebagai komoditas ekspor, kulit dimanfaatkan sebagai bahan kerupuk, hingga minyak hati. Beberapa jenis hiu dimanfaatkan sebagai obat tradisional.

Mempertimbangkan karakteristik alaminya yang rentan dan pemanfaatan yang dilakukan oleh nelayan Aceh, maka upaya pengelolaan perlu dilakukan agar sumberdaya hiu dan pari di laut tetap lestari. Karena itu, sejak tahun 2018 hingga 2020, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh telah menggagas upaya penyusunan Rencana Aksi Daerah untuk pengelolaan hiu dan pari di Aceh.

Baca Juga:  Gubernur Aceh Mulai Groundbreaking  Sejumlah Proyek Multiyears

Kepala BPSPL Padang, Ir. Mudatsir, berharap tekanan penangkapan berlebih untuk hiu dan pari dapat terus berkurang agar populasi hiu di alam dapat terjaga. Rawan Rusmawijaya, S.St., mewakili DKP Aceh Utara, menyatakan bahwa pihaknya secara aktif memberikan penyadartahuan kepada masyarakat terkait larangan hiu yang dilindungi, hingga masyarakat akhirnya berinisiatif melaporkan jika ada hiu yang dilindungi tertangkap secara tidak sengaja.

Sementara itu, T. Ridwan, M.Si. dari DKP Aceh Jaya menyatakan, Aceh Jaya memiliki kawasan konservasi pertama di Indonesia yang melindungi habitat penting anakan hiu martil, dan pari baji. “Kami harap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat juga dapat dilakukan seperti optimalisasi kawasan pemanfaatan untuk pariwisata,” ujarnya.

Baca Juga:  Lebanon Mengalami Krisis Ekonomi, Bensin Langka, Listrik Mati, Warga Teriak

Dr. Rizal, perwakilan akademisi dari Universitas Teuku Umar yang bergerak di bidang perikanan dan kelautan, menyambut baik kesepakatan ini. “Panglima Laot merupakan ujung tombak pengelolaan perikanan hiu dan pari yang perlu dioptimalkan untuk menyentuh masyarakat di tingkat tapak,” ujarnya.

Dukungan dari kalangan akademisi juga diberikan oleh Prof. M. Ali Sarong (Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – Universitas Teuku Umar). “Sebagai akademisi, kami siap membantu kajian yang mendukung pengelolaan hiu dan pari di Provinsi Aceh,” imbuhnya.

Sementara itu, Ilham Fajri, M.Si., Aceh Shark Officer WCS Indonesia Program dalam pertemuan tersebut menyampaikan bahwa sebagai mitra pemerintah akan terus mendukung pemerintah dan komunitas dalam melakukan upaya-upaya perlindungan hiu dan pari. (Red)

Bagikan:

Tinggalkan Komentar