Banda Aceh, News Analisa – Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), kembali di hebohkan dengan isu pengunduran diri Kepala BPKS Zulkarnain Iskandar. Dari beberapa sumber menyebutkan sudah bisa dipastikan kabar Kepala BPKS sudah mengundurkan diri sejak 1 April 2022 kemarin. Hal tersebut diutarakan oleh Usman Lamreung, kepada Media pada Kamis (7/4/2022).
Usman menyebutkan dari beberapa sumber lain juga menyebutkan tersebar isu bahwa Dewan Kawasan Sabang pernah berkomunikasi dengan salah satu calon lulus hasil panitia seleksi yaitu Usman Arifin diajak untuk bergabung ke managemen BPKS, namun kabarnya Usman Arifin tidak lagi berminat.
Kita sebagai masyarakat sangat prihatin kondisi internal BPKS saat ini, sepertinya kepala BPKS, tidak mampu melakukan reformasi internal, belum ada terobosan kebijakan arah perkembangan Free Port, banyak asset tidak fungsional, pegelolaan pelabuhan Balohan diserahkan pada pemprov.
Yang lebih parah, terkait dengan Kepala BPKS tersebar isu berkeinginan untuk mengundurkan diri, hal ini penah beliau utarakan dalam rapat internal dengan dewan. Malah ada isu lagi pernah mengajukan secara lisan kepada Gubernur, namun tidak direspon.
Usman Lamreung juga mengatakan, Kepala BPKS belum melakukan gebrakan dan kebijakan apapun, seperti gagalnya reformasi internal, dan tidak becusnya pengelolaan pelabuhan Balohan yang diambil alih Provinsi, menandakan awal dari kegagalan manajemen yang sudah berumur satu tahun lebih ini. Malah di tingkat internal baik dalam koordinasi dan komunikasi sepertinya tidak berjalan dengan baik.
Maka sudah barang pasti lemahnya managemen Kepala BPKS, akan mempengaruhi dan tidak optimal kinerja bawahan.
“Inilah kesalahan fatal Ketua Dewan Kawasan Sabang (DKS) Gubernur Aceh Nova Iriansyah saat memutuskan dan menunjuk Ketua, Wakil Ketua dan Para Deputi tahun 2020 yang lalu, dengan secara diam-diam menunjuk dan melantik orang-orang tidak melalui fit and propertest,” kata Usman.
Dan peserta yang ikut fit and propertest yang nyata-nyatanya sudah ada hasilnya, di anulir dianggap tidak punya kapasistas, padahal mereka sudah mengikuti prosedur dan sudah dinilai oleh Tim Panitia Seleksi.
Selain itu lanjutnya, penempatan dan penunjukan SDM managemen BPKS oleh Dewan Kawasan Sabang (DKS) dilandasi lebih pada kepentingan politik dan ekonomi. DKS lebih mendengar orang-orang lingkar ketimbang Tim Panitia Seleksi. Inilah buruknya managemen DKS, dan akhirnya menjadi malapetaka BPKS menjadi mati suri, tak berdaya dan tak mampu memberikan kontribusi sebagai kekuatan ekonomi Aceh.
Usman juga menambahkan, kondisi ini tentunya bukan hanya mempertontonkan kekeliruan dalam tata kelola lembaga negara tetapi juga memperlihatkan betapa lemahnya kepemimpinan DKS untuk membenahi dan menjadikan BPKS profesional.***