Banda Aceh, News Analisa – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Aliman, S.Pi, M.Si bersama pejabat eselon III dan IV DKP Aceh, menggelar Rapat Konsolidasi Internal DKP bersama Tim Pra Rancangan Qanun Aceh Tentang Perikanan, yang berlangsung di ruang rapat Kadis DKPA Aceh. Jum’at (29/10/2021).
Dalam pertemuanya Aliman, S.Pi, M.Si kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, menjelaskan, untuk menyusun Pra Rancangan Qanun Aceh tentang perikanan Aceh, adalah bagian dari merevisi Qanun Perikanan Aceh No 7 Tahun 2010 yang sudah ada sebelumnya. Namun ketika lahir Peraturan Presiden No 27 Tahun 2021. Maka keberadaan Qanun Aceh No 7 Tahun 2010 harus diselaraskan dengan kondisi sekarang.
“Untuk tahap awal kita bentuk dulu tim kerja yang akan bertugas menyusun draf dukumen Qanun, dan selanjutnya naskah tersebut akan kita bahas bersama dengan melibat pihak Akademisi, Lembaga NGO, Panglima Laot dan Intansi terkait,” ungkapnya.
Tim kerja yang dibentuk melibatkan langsung pihak Akademisi untuk mengkaji secara mendalam rancangan Qanun Perikanan Aceh yang akan disusun ulang. Dan mempersiapkan semua kebutuhan dalam merampungkan Rancangan Qanun Aceh. Termasuk menelaah ulang aturan lama yang tertuang dalam Qanun No 7 Tahun 2010.
“Ada beberapa ketentuan yang ada dalam Qanun No 7 Tahun 2010 sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini, maka keberadaan Qanun tersebut harus kita revisi ulang menyesuaikan dengan PP No 27 Tahun 2021,” ungkapnya.
“Nanti tim yang telah terbentuk akan mengadakan Focus Grup Discusion (FGD) untuk mendapatkan masukan-masukan dari pihak-pihak yang selama ini fakus pada isu-isu perikanan,” imbuhnya.
Lebih lanjut tambahnya, rancangan Qanun tentang Perikanan Aceh sangat penting untuk segera dirampungkan, mengingat selama ini regulasi mengenai pengelolaan pada sektor Kelautan dan Perikanan Aceh yang tertuang dalam Qanun Aceh sebelumnya sudah tidak relevan dengan kebutuhan saat ini.
Aliman juga menerangkan, rancangan Qanun ini lebih kepada kebutuhan teknis, dan bersifat secara normatif, pihaknya tetap mengutamakan Undang-undang Pemerintah Aceh (UU-PA) No 11 Tahun 2006.
Bahkan tambahnya, pemasangan rumpon selama ini sering terjadi konflik sesama nelayan, untuk mencegah hal tersebut harus kita akomodir masukan-masukan dari lapangan.
Selain terkait dengan kewenangan-kewenangan, memang benar sudah ada pelimpahan ke Kab/Kota. Akan tapi Pemerintah Aceh tidak sepenuhnya mengikut Qanun ini.
“Kita tetap menghargai (UU-PA) sehingga mudah untuk diaplikasikan, akan tetapi kita tetap berpegang pada UU Nasional, dan Menurut UU kita punya hak mengeluarkan izin kapal dengan kapasitas 60 GT,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, pada tahapan kebijakan pembagunan ini bahaya sekali karena tidak tercatat secara offline di Nasional. Kewenangan pemerintah yang bersifat nasional di Aceh pernah dibahas agar mengusulkan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk pelimpahan kewenangan dari (KKP) kepada pihak pemerintah Aceh. Demikian ungkapnya.(*)