Darud Donya Minta Makam Tuwanku Hasyim Banta Muda Resmi Jadi Cagar Budaya

Darud Donya Minta Makam Tuwanku Hasyim Banta Muda Resmi Jadi Cagar Budaya
Pimpinan Darud Donya berziarah ke makam Teungku Chik Di Reubee dan Putroe Sani Binti Teungku Chik Di Reubee. Putroe Sani Pidie, Sabtu 8/10/2022.  
Penulis
|
Editor

Banda Aceh, News Analisa – Pemimpin Darud Donya Cut Putri bersama Tim melakukan kunjungan ke wilayah Pidie, untuk menghadiri acara Maulid Nabi dan Khanduri Tgk Chik Di Reubee yang juga nenek moyang Para Sultan Aceh, di Gampong Raya Reubee Delima Pidie. pada Sabtu, (8/10/2022).

Tim Darud Donya juga berziarah ke makam Teungku Chik Di Reubee dan Putroe Sani Binti Teungku Chik Di Reubee. Putroe Sani adalah Istri Sultan Iskandar Muda Perkasa Alam Darmawangsa Tun Pangkat (1607-1636).

Menurut Yunus Djamil penulis Tawarikh Raja-Raja Aceh, dari pernikahan dengan Putroe Sani, maka Sultan Iskandar Muda mempunyai anak bernama Pangeran Abangta Abdul Jalil Pocut Meurah Pupok dan Putri Tajul Alam Safiatuddin.

Darud Donya juga berziarah ke makam Tuwanku Hasyim Banta Muda Al Wazirul Harb, Panglima Perang Kesultanan Aceh Darussalam melawan Belanda (1873-1897).

Nama lengkap Tuwanku Hasyim Banta Muda adalah Tuwanku Hasyim Banta Muda Bin Tuwanku Abdul Kadir Bin Tuwanku Raja Cut Zainal Abidin Bin Sultan Mahmud Syah (1760-1781).

“Tuwanku Hasyim Banta Muda adalah seorang keturunan Sultan Aceh, beliau adalah ahli ilmu agama dan ilmu perang yang menguasai berbagai bahasa seperti bahasa Melayu, Arab, Turki, Urdu, Inggris, dan lain-lain” kata Cut Putri Pemimpin Darud Donya yang juga keturunan Sultan Aceh.

Baca Juga:  Akhiri Tugas Sebagai Sekda Aceh, Taqwallah Ucap Terima Kasih dan Minta Maaf

Tuwanku Hasyim Banta Muda pernah menjadi Raja Bendahara Negeri Tamiang pada zaman Sultan Ibrahim Mansur Syah (1857-1870 M).

Tuwanku Hasyim Banta Muda pernah dua kali diminta menjadi Sultan Aceh. Pertama yaitu saat wafatnya Sultan Ibrahim Mansur Syah (1857-1870 M), dan kali kedua yaitu setelah wafatnya Sultan Mahmud Syah (1870-1874 M). Namun beliau menolak karena beliau tidak berambisi menjadi Sultan, dan ingin membangun Aceh sebagai seorang Panglima Perang Aceh.

“Kisah kepahlawanan Tuwanku Hasyim sangat heroik. Beliau adalah pejuang yang sangat gagah berani, yang tak gentar untuk terjun langsung ke medan perang bersama para prajurit dan rakyat Aceh. Beliau rela berkorban jiwa raga harta benda demi membela kebenaran”, terang Cut Putri.

Tuwanku Hasyim Banta Muda merupakan lawan berat Panglima Tertinggi Militer Belanda Jendral Van Swieten pada tahun 1874, dalam perang perebutan Istana Kesultanan Aceh.

Belanda lalu dengan liciknya melancarkan strategi jahat, dengan melepaskan senjata biologis bibit kolera, akhirnya Sultan Mahmud Syah (1870-1874) syahid terkena kolera. Tuwanku Hasyim lalu hendak diangkat menjadi Sultan Aceh oleh para Panglima Sagi dan Ulama Aceh, namun beliau menolak. Tuwanku Hasyim kemudian fokus memimpin perang melawan Belanda.

Baca Juga:  PT Bank Aceh Komitmen Memberikan Pelayanan Perbankan Optimal kepada Masyarakat

Pada tahun 1879 Tuwanku Hasyim bekerjasama dengan Teungku Tiro dan Teuku Umar Johan Pahlawan, kemudian melakukan serangan serentak merebut Bandar Aceh Darussalam. Pertahanan Belanda pun berhasil ditembus.

Perang Aceh terus berlanjut, akibatnya Belanda mengamuk dan perang pecah besar-besaran. Dalam pertempuran di Montasik, Tuwanku Hasyim Banta Muda memimpin pasukan dan berhasil memukul mundur pasukan Belanda, beberapa perwira Belanda pun berhasil dibunuh.

Mendengar itu darah Gubernur Militer Belanda mendidih. Hal seperti ini belum pernah dialaminya di tempat mana pun yang diperangi di nusantara. Ia sadar bahwa untuk memerangi Aceh bukan perkara mudah.

Bila di daerah lain perlawanan terhadap penjajah hanya dilakukan dengan senjata tradisional, tapi lain halnya dengan Negara Aceh, yang berkat bantuan Khalifah Turki Utsmani, saat itu sudah memiliki dan menguasai persenjataan modern, yang mampu mengimbangi senjata Kaphe Belanda.

“Meriam-meriam besar asal Turki di benteng-benteng rakyat Aceh, dan segala persenjataan modern pasukan perang Aceh, ditambah kekuatan syair Prang Sabi yang bergema di seluruh tanah Aceh, cukup memberi jawaban bagi Gubernur Jenderal Militer Belanda di Aceh, bahwa ia kini benar-benar sedang menghadapi bangsa yang tidak kenal kompromi dengan lawan!”, sambung Cut Putri penuh semangat.

Baca Juga:  Pemerintah Aceh Terima Kunjungan Komisi X DPR RI

Ditengah perang jihad yang panjang melawan Kaphe Belanda, tahun 1897 Tuwanku Hasyim Banta Muda wafat, dan dimakamkan di samping Masjid Tuha Padang Tiji.

Sebagai penghormatan kepada Tuwanku Hasyim Banta Muda dalam kesempatan ziarah itu, Cut Putri yang juga merupakan keluarga Tuwanku Hasyim Banta Muda, memasangkan kain kuning di nisan makam beliau.

“Tuanku Hasyim Banta Muda adalah sosok Pahlawan Besar, yang membela kehormatan bangsa dan negara. Kita harap Pemerintah Kabupaten Pidie dan Pemerintah Aceh dapat menghormati dan memberi perhatian kepada makam beliau, dan resmi menjadikan makam tempat persemayaman beliau menjadi Cagar Budaya”, ujar Cut Putri.

“Tuanku Hasyim Banta Muda telah memberi contoh teladan bagi kita tentang bagaimana hebat nya sifat religius, patriotisme, keberanian dan nasionalisme bangsa Aceh. Semoga semangat kepahlawanan beliau terus mengalir dan membara di dada generasi penerus bangsa”, tutup Cut Putri.***


 

Bagikan:

Tinggalkan Komentar

Live Streming