Cucu Sultan Jauhar Alam Syah Tuntut Belanda Minta Maaf Kepada Kesultanan Aceh dan Rakyat Aceh

Cucu Sultan Jauhar Alam Syah Tuntut Belanda Minta Maaf Kepada Kesultanan Aceh dan Rakyat Aceh
Cucu Sultan Aceh Cut Putri, pimpinan Darud Donya  
Penulis
|
Editor

Banda Aceh, News Analisa – Cucu Sultan Aceh Cut Putri yang juga Pemimpin Darud Donya, menuntut Belanda meminta maaf kepada Kesultanan Aceh Darussalam dan Rakyat Aceh, serta Kesultanan lain di wilayah Nusantara. Banyak kerajaan di wilayah Nusantara berhubungan baik dengan Belanda di masa lalu, namun dibalas dengan Agresi dan serangan militer yang penuh kekejaman.

Padahal Negara Aceh adalah negara berdaulat, yang berjasa pertama kali mengakui kemerdekaan bangsa Belanda pada tahun 1602. Negara Aceh malah turut melakukan usaha diplomasi demi mendukung kemerdekaan Belanda. Karena tidak mendapat dukungan negara-negara di eropa, saat itu Pengeran Maurits dari Belanda meminta bantuan Negara Aceh Darussalam. Sultan Aceh Sultan Alaiddin Riayat Syah Sayyidil Mukammil (1589-1604) menyambut baik, dan mengirimkan delegasi tingkat tinggi dari Aceh ke Belanda. Delegasi Tingkat Tinggi Kesultanan Aceh dipimpin oleh Orang Kaya Abdul Hamid, Laksamana Sri Muhammad dan Mir Hasan.

“Saat negara-negara di dunia tidak mau mengakui kemerdekaan Belanda, Negara Aceh lah satu-satunya negara pertama yang maju membela dan mengakui kemerdekaan Belanda. Namun Belanda membalas jasa baik Negara Aceh dengan menyerang Negara Aceh, melancarkan agresi, melakukan kejahatan perang yang keji, membunuh rakyat Aceh dan membumihanguskan negara dan tanah air Aceh Darussalam!”, tegas Cucu Sultan Jauharul Alam Syah Johan Berdaulat Zilullah Fil Alam ini.

Baca Juga:  Habiskan Anggaran 13 Miliar, Gedung Rusunawa di Kota Langsa Terbengkalai

Kasus terakhir perang kolonial adalah serangan Belanda ke Aceh yang gagal. “Padahal kakek moyang kami Sultan Mahmud Syah (1870-1874) sudah menanyakan apa kesalahan kami Kesultanan Aceh sehingga diserang secara tiba-tiba. Namun Belanda dengan congkak menyerang, dan pertempuran dahsyat terjadi, sampai kemudian Jendral Kohler berhasil dibunuh di Mesjid Raya Baiturrahman oleh pasukan perang Aceh. Tapi sampai sekarang Belanda masih belum menjawab kenapa kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh tanpa kesalahan apapun”, terang Cut Putri.

Cucu Sultan Aceh meminta agar Belanda meminta maaf kepada Kesultanan Aceh dan Rakyat Aceh, serta memberikan kompensasi terhadap Kesultanan Aceh juga Kerajaan/Kesultanan di kawasan Nusantara.

Banyak kerajaan kesultanan nusantara yang hilang daerah kekuasaannya. Malah ada yang istananya dibakar, hal ini harus dibayar kembali oleh Belanda. Konflik tanah adat di wilayah Nusantara yang sering terjadi sekarang adalah akibat sisa dari agresi Belanda terhadap kerajaan di Nusantara.

Baca Juga:  Persiapan Sabang Marine Festival 2023 Capai 80 Persen

Cucu Sultan Aceh meminta Belanda bertanggung jawab atas kehancuran Kesultanan Aceh. Banyak wilayah Kesultanan Aceh telah hilang akibat Agresi Belanda, sebelumnya wilayah Aceh adalah meliputi wilayah Barus, Air Bangis, Tiku, sampai Pariaman. Belanda juga membakar kitab-kitab para Ulama Aceh dan manuskrip para Sultan Aceh. Belanda menjarah, dan merampok rakyat dan tanah air Aceh Darussalam. Khazanah Aceh, baik senjata, meriam, emas, dan lain-lain dirampas dan dibawa lari ke Belanda.

Belanda bahkan melakukan kejahatan perang paling keji, dengan menghancurkan peninggalan warisan budaya Islam di Aceh, dan memusnahkan situs sejarah peradaban bangsa Aceh makam para Raja dan Ulama Kesultanan Aceh Darussalam. Kejahatan Perang Pemusnahan situs sejarah itu bahkan terus berlangsung hingga hari ini.

Maka Cucu Sultan Aceh juga meminta agar pembangunan proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Banda Aceh, yang memusnahkan makam Raja dan Ulama Kesultanan Aceh Darussalam Di Gampong Pande untuk segera dihentikan.

Baca Juga:  Sejumlah Lembaga dan Insan Penyiaran Bakal Terima Anugerah KPI Aceh

“Banyak proyek yang sengaja memusnahkan situs sejarah Islam, termasuk proyek IPAL di Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam di Gampong Pande, dimana terlibat Belanda di dalamnya!”, tegas Cut Putri.

Jika Belanda dan antek-anteknya di Aceh terus melanjutkan proyek IPAL pemusnahan situs sejarah Kesultanan Aceh Darussalam, maka Belanda bisa diajukan ke Mahkamah Internasional, dan dituntut masalah pelanggaran HAM berat pada masa Perang Aceh (1873-1942), termasuk kejahatan perang pemusnahan situs sejarah Islam yang terus dilakukan Belanda dan antek-antek pendukungnya di Aceh sampai hari ini.

Kerajaan Aceh dan Nusantara dapat bekerjasama dengan Presiden Turki Erdogan untuk menyeret Belanda ke Mahkamah Internasional, dan menuntut Belanda membayar kompensasi akibat agresi militer dan kejahatan perang di kawasan Nusantara. Seperti diketahui, dahulu sejak era Sultan Salim Khan (1512 M) umat Islam di Nusantara berada dalam perlindungan kekhalifahan Turki Utsmaniyah.***


 

Bagikan:

Tinggalkan Komentar